Kamis, September 08, 2011

IMF Memuji Penarikan Subsidi di Iran. Apa artinya bagi rakyat (kelas pekerja) Iran?


Lembaga keuangan moneter internasional (IMF) menyambut baik langkah yang diambil oleh pemerintahan Iran untuk mencabut subsidi atas barang-barang kebutuhan rakyat. Ekspresi ini muncul dari hasil konsultasi rutin tahunan (2011) yang dilakukan oleh IMF terhadap negara-negara anggotanya, termasuk Iran. Tim konsultan yang terdiri dari 9 orang itu berada di Iran sejak 28 Mei sampai 9 Juni 2011 dan dipimpin oleh Dominique Guillaume.

Ini adalah salah satu bagian dari rencana besar yang sudah lama digagas oleh Rezim Khamaenei yang dibantu IMF, untuk segera merealisasikan konsep ekonomi pasar secara komprehensif. Sebelumnya, IMF dan Rezim Khamenei sudah membahas persoalan privatisasi dan kebijakan-kebijakan lain terkait ekonomi pasar, sejak beberapa tahun terakhir. Termasuk bagaimana metode-metode yang akan digunakan, agar implementasinya tidak memicu pergolakan massa rakyat Iran.

Kondisi sosial dan politik di Iran membuat pelaksanaan reformasi ekonomi tersendat. Secara resmi, untuk mendukung terwujudnya reformasi ekonomi, sejak tahun 2000, Rezim Khamenei telah mendirikan Lembaga Privatisasi Iran yang berada di bawah otoritas Menteri Ekonomi dan Keuangan. Didukung pula oleh Undang-Undang (UU) yang mengatur secara khusus privatisasi, misalnya Article 44.

Kelambanan pemerintahan Ahmadinejad dan aparatur terkait dalam mengimplementasikan UU tersebut, membuat gemas Khamaenei. “Program privatisasi yang telah dikomunikasikan melalui tiga lembaga pemerintahan pada 22 Mei 2005 dan 2 Juli 2006 tidak dilaksanakan dengan cepat. Pelaksanaan program privatisasi seperti yang termaktub secara Konstitusional dalam Article 44 akan menciptakan terobosan bagi kesejahteraan setiap individu”, kata Khamaenei seperti yang dilansir payvand.com (19/2/2007).

Atas berbagai macam pertimbangan, pembahasan secara sistematis baru dilakukan tahun 2008 – 2010, dan terbentuklah Reform Act. 5 Januari 2010 Reform Act disetujui oleh Parlemen Iran dan disetujui Dewan Wali (Guardian Council) 13 Januari 2011. Rencananya akan dijalankan dalam 5 tahun kedepan. UU ini menjelaskan bagaimana pelaksanaan penarikan subsidi secara bertahap, diikuti dengan kompensasi berupa uang tunai yang akan disalurkan langsung ke massa rakyat lewat institusi-institusi yang ditunjuk pemerintah.

Privatisasi dengan model seperti ini digunakan oleh IMF di negara-negara eks-Soviet pada awal keruntuhan rezim USSR (Stalinis) diawal tahun 1990-an. Dimana rakyat akan diberi kartu sebagai alat transaksi untuk mendapatkan subsidi dalam bentuk barang atau uang. Atau hampir serupa dengan kompensasi atas penarikan subsidi (bertahap) BBM (Bahan Bakar Minyak) yang diberlakukan di Indonesia sejak tahun 2008. Dimana rakyat mendapat kompensasi dalam bentuk uang tunai atau barang (raskin dll).

Dalam mempopulerkan kebijakan Reform Act kepada massa rakyat, pemerintah Iran memperhalus redaksionalnya dengan istilah “Operasi Ekonomi”. Sejalan dengan hal itu, pemerintah mengadakan kampanye ke seluruh penjuru Iran, mulai dari seminar di kampus-kampus, melalui media massa, bahkan ceramah jumat.

Pengumuman berlakunya Reform Act disiarkan melalui media massa di Iran pada tanggal 19 desember 2010. Rezim Khamaenei paham kalau hal ini akan menimbulkan kepanikan ditengah massa rakyat. Terlebih lagi aksi demonstrasi terbesar di Iran dalam beberapa dekade terakhir ini terjadi di tahun 2009 dan ingatan massa rakyat atas peristiwa itu, masih segar.

Untuk itu, Rezim Khamaenei menebar janji kepada massa rakyat bahwa pemerintah akan menjamin pelaksanaan kebijakan ini tepat sasaran. Dan jika diperlukan, pemerintah akan mengambil tindakan untuk melakukan intervensi (turun kelapangan) demi kelancaran penerapan Reform Act.

Sebagai Rezim despotik, mereka tidak lupa mengingatkan kepada seluruh elemen-elemen progresif untuk tidak melakukan protes (demonstrasi) terhadap kebijakan ini. Segenap aparatur keamanan Rezim siap menghabisi setiap bentuk perlawanan.

Pencabutan subsidi dilakukan secara bertahap meliputi bahan bakar, makanan, listrik dan kebutuhan-kebutuhan pokok lainnya. Karena dalam perspektif kapitalisme, subsidi bagi rakyat hanya memboroskan anggaran negara dan tidak menciptakan efesiensi serta kompetisi. Alasan retorik yang menjadi pertimbangan bagi Rezim Khamaenei untuk memberangus subsidi adalah menciptakan keseimbangan antara Perusahaan Milik Negara (BUMN), Koperasi dan Perusahaan Swasta.

Sistem perekonomian sejak era rezim Reza Shah Pahlevi sampai rezim Khamaenei, membuka potensi besar untuk memperkuat cengkraman kapitalisme yang sudah bercokol di Iran. Sanksi internasional yang dijatuhkan PBB dan negara-negara adidaya, akan mempercepat terwujudnya hal itu.

Gelombang Revolusioner di wilayah Timur Tengah – Afrika Utara memicu Rezim Khamenei untuk mempercepat “perubahan”; Konflik antar elit politik Iran menguat.

Pada awalnya, rezim Khamenei sangat yakin bahwa gerakan massa rakyat yang terjadi di Timur Tengah dan Afrika Utara pada awal tahun ini, terinspirasi dari revolusi Iran 1979. Menurut mereka, rezim yang dihempaskan oleh gelombang revolusi itu adalah rezim pro barat. Rezim Khamaenei selama ini membangun mitos kepada massa rakyat Iran dan internasional, bahwa mereka adalah rezim yang anti barat. Dan dengan bangga menyebut diri mereka sebagai “revolusioner”. Asumsi itu membuat mereka yakin bahwa gerakan revolusioner yang melanda Tunisia, Mesir, Bahrain, Yaman dan negara-negara Timur Tengah lainnya, tidak akan berdampak pada Iran.

Dengan cepat, media-media lokal Iran, regional dan internasional memberitakan dukungan yang diberikan Khamaenei terhadap revolusi massa rakyat di Timur Tengah dan Afrika Utara. "Pemerintahan itu, telah mengabaikan hak-hak rakyat," kata Khamaenei, ditujukan kepada Tunisia, Mesir, Bahrain dan lainnya. Negara-negara itu dan beberapa negara di wilayah Timur Tengah lainnya adalah musuh politik regional rezim Khamaenei. Maka wajar, jika mereka bersemangat untuk merayakan kemenangan atas tumbangnya, atau digoncangnya kekuasaan musuh bebuyutan mereka. Rezim Khamenei belum menyadari bahwa mereka identik dengan rezim-rezim yang digoncang oleh revolusi regional tersebut. Ini dapat menjadi boomerang, dan mereka tidak menyadari itu.

Mereka terus mengulang-ulang dukungan terhadap revolusi regional, sampai memenuhi pemberitaan di media massa, terutama media-media lokal di Iran. Ini ditujukan untuk menaikkan kepopuleran rezim Khamaenei di dalam maupun luar negeri. Dan memberikan ilusi kepada massa rakyat bahwa kebijakan-kebijakan yang diterapkan selama ini oleh rezim Khamaenei adalah baik dan tepat. Namun ketika negara aliansi rezim Khamaenei di Timur Tengah, yaitu Syria, digoncang aksi massa pada bulan Januari yang lalu. Mereka diam seribu bahasa. Begitu pula dengan media-media lokal Iran, yang selama ini berada dibawah kendali rezim, nyaris tidak memberitakan aksi massa yang terjadi di Syria.

Rezim Khamaenei harus berpikir ulang atas kegembiraannya itu. Karena sangat jelas terlihat bahwa revolusi yang menyebar dari Tunisia hingga ke seluruh penjuru Timur Tengah dan Afrika Utara, bukan disebabkan oleh perspektif sempit seperti pengaruh barat, masalah sektarian atau kepentingan agama semata. Revolusi yang sedang berlangsung, menunjukkan bahwa massa rakyat menginginkan perubahan sistem secara fundamental, yang menjadi biang keladi keterpurukan kehidupan mereka. Begitu pula yang terjadi di Iran, massa rakyat telah berkali-kali menunjukkan keinginan tulus mereka untuk perubahan sejati, dengan melakukan aksi-aksi demonstrasi dan meneriakan slogan “Kematian untuk diktator!”.

Kekhawatiran akan dampak revolusi regional akhirnya membuka mata rezim despotik Khamenei. Kemudian mengkerucut menjadi perpecahan elit. Perseteruan antara Ahmadinejad dan Khamenei diketahui publik April lalu. Ketika presiden memecat kepala Departemen Intelijen, Heydar Moslehi. Khamenei menentang pemecatan itu. Begitu juga di bulan Mei, ketika Presiden Ahmadinejad melakukan perombakan kabinet dan melengserkan tiga menteri. Dewan Garda menyatakan bahwa presiden telah melanggar otoritas.

Sejak era presiden Khatami, kontradiksi ditubuh rezim semakin mencuat. Tuntutan massa rakyat akan perubahan berdampak cukup besar bagi elit politik di Iran. Mereka saling berseteru dan sibuk mencari cara untuk menjalankan konsep “perubahan”. Dengan tujuan, meredam gerakan massa rakyat. Ini adalah manifestasi dari kebuntuan rezim Khamenei untuk memecah permasalahan yang ada di Iran. Massa rakyat Iran tidak dapat menggantungkan harapan terhadap rezim yang sudah rusak seperti ini. Karena setiap kebijakan yang dihasilkan oleh rezim, hanya menjerumuskan massa rakyat ke dalam jurang yang dalam.

Seperti yang dijelaskan Dr.Zayar dari Iran: Salah satu sayap dari kubu pemerintah mengatakan: "jika kita tidak mereformasi dari tingkat atas maka akan timbul revolusi." Sayap yang lainnya berkata: "Jika kita melakukan reformasi maka akan timbul revolusi.". Kedua pernyataan itu tepat jika kita melihat realitas Iran hari ini. Karena perubahan sejati bagi massa rakyat, tidak dapat dihasilkan dari proses reformasi. Anjuran-anjuran IMF dan kebangkrutan konsepsi rezim Khamaenei hanya membuat turbulensi ekonomi, sebab sistem yang digunakan tidak berubah, yaitu Kapitalisme.

“Operasi ekonomi”, apa artinya bagi rakyat (kelas pekerja) di Iran?

Reformasi ekonomi yang saat ini terjadi di Iran, akan menambah penderitaan bagi massa rakyat. Privatisasi, ekonomi pasar, penarikan subsidi bukan ditujukan untuk kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial. Tapi untuk menambah keuntungan (profit) bagi pemodal dan penguasa. Dalam ranah negara yang menggunakan sistem kapitalisme, seperti Iran dan mayoritas negara-negara lain di dunia. Negara berfungsi untuk melayani kepentingan-kepentingan kapital (modal). Salah satunya, dengan mengeluarkan UU Reform Act, seperti yang ada di Iran. Kombinasi kediktatoran dan kapitalisme yang ada di Iran, akan menggerus kepentingan-kepentingan massa rakyat (kelas pekerja) dengan hebatnya.

Diterbitkannya UU Reform Act, atau lebih tepatnya ekonomi neoliberalisme. Maka secara konstitusional rezim Khamaenei akan menyokong terus perkembangan kapitalisme di Iran. Pada tingkat selanjutnya, sejak diberlakukannya reformasi ekonomi hingga beberapa waktu kedepan dan sampai sistem kapitalisme masih digunakan di Iran. Massa rakyat dipaksa menyerahkan sumber-sumber daya yang ada, baik alam maupun manusia, digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan penguasa serta pemodal, dan bukan untuk kesejahteraan massa rakyat. Bahkan ketika kapitalisme mengalami fase alaminya, yaitu krisis. Maka pemerintah harus siap menggunakan uang rakyat yang berasal dari pajak dan sumber-sumber lainnya, untuk mempertahankan agar sistem kapitalisme tetap berjalan. Artinya, ketika para penguasa dan kapitalis mengalami krisis atau merugi, maka massa rakyatlah yang dipaksa untuk menghidupi makhluk-makhluk parasit itu.

Sejak diberlakukannya UU tersebut, barang-barang kebutuhan rakyat, harganya naik berlipat-lipat. Harga bensin sebelum subsidi berkisar 1.000 Rial/liter, sekarang naik menjadi 4.000 Rial/liter (penggunaan diatas 60 liter/bulan dikenakan harga 7.000 Rial/liter), harga solar/diesel dari 165 Rial/liter menjadi 3.500 Rial/liter (1.500 Rial/liter untuk sektor industri tertentu), harga CNG (gas alam kompresi untuk kendaraan) dari 350 Rial menjadi 3.000 Rial per meter kubik.

Kenaikan BBM akan memberi pukulan bagi sektor industri di Iran. Perusahaan-perusahaan akan meningkatkan “efisiensi” jika menginginkan pabriknya dapat terus beroperasi. Dalam sistem kapitalisme, “efisiensi” yang dimaksud berarti pemotongan upah pekerja, memperketat aturan-aturan pekerjaan yang cenderung mengebiri hak-hak pekerja dan melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) massal.

Periode 21 Maret – 20 April 2011 harga makanan naik 25,3% dibandingkan dengan tahun lalu, sebelum UU tersebut diterbitkan. Begitu juga produk-produk lainnya seperti kesehatan naik 16,3%, pendidikan naik 11,7%, produk jasa naik 14,9% dan lain-lain. Bagi massa rakyat, kenaikan harga-harga hanya menambah beban kehidupan, walau disisi lain pemerintah mengklaim akan memberikan dana langsung sebagai konsesi atas penarikan subsidi. Namun yang menjadi pertanyaan kemudian apakah besaran konsesi yang diberikan mampu sejalan dengan inflasi?, apakah penyaluran konsesi itu tepat sasaran?.

Pertanyaan-pertanyaan itu hanyalah bagian kecil dari banyak pertanyaan yang dapat diajukan. Sementara mereka sibuk menjawab pertanyaan, harga-harga barang kebutuhan massa rakyat sudah naik. Dengan kenaikan itu, otomatis keuntungan (profit) bagi pemodal dan penguasa semakin meningkat. Sebaliknya, kesejahteraan dan keadilan sosial untuk massa rakyat semakin menurun.

Iran memiliki sumber daya yang dapat diolah untuk memberikan kesejahteraan untuk massa rakyat Iran dan dunia. Salah satunya adalah minyak. Namun sistem yang ada tidak akan mampu mewujudkan hal itu. Harga minyak murah yang mampu diperoleh massa rakyat Iran sebelum Reform Act dijalankan, adalah salah satu indikasi dimana Iran memiliki potensi besar yang dapat digunakan untuk mewujudkan kesejahteraan massa rakyat. Karena dengan itu mesin-mesin pabrik dapat dijalankan, roda-roda kendaraan dapat berputar, makanan dapat dimasak dan massa rakyat dapat menyalakan mesin pemanas dengan mudah ketika musim dingin datang. Namun sayangnya kenikmatan itu tidak berlangsung lama, karena sumber daya itu digunakan diatas sistem yang salah, kapitalisme.

Perubahan menuju demokrasi sejati berada ditangan kelas pekerja dan pemuda-pemudi progresif Revolusioner.

Secara umum, pergerakan massa rakyat di Iran dalam melawan rezim relatif lebih intensif jika dibandingkan dengan negara-negara di wilayah Timur Tengah lainnya. Misalnya Tunisia dan Mesir. Sejarah membuktikan bagaimana geliat perlawanan massa rakyat, terutama kelas pekerja, memainkan peranan terpenting dalam gerak perubahan revolusioner di Iran.

Gerakan kelas pekerja dimulai sejak 1906, ketika mereka menuntut pemenuhan hak-hak dasar untuk massa rakyat Persia, persamaan kedudukan dimata hukum serta menuntut kebebasan berserikat dan berkumpul. Dan kunci keberhasilan revolusi Iran 1979 dalam menumbangkan Rezim Reza Shah Pahlevi berada ditangan kelas pekerja. Masih banyak lagi aksi-aksi pemogokan ataupun demonstrasi yang dilakukan kelas pekerja di Iran, dalam skala kecil ataupun besar.

Mereka melakukan aksi demonstrasi, pemogokan, pengorganisiran, sehingga mampu menghentikan laju perekonomian di Iran dan menggulingkan kekuasaan rezim. Namun karena lemahnya faktor kepemimpinan revolusioner ditingkatan kelas pekerja, membuat upaya mereka gagal untuk meraih kemenangan. Dengan cepat, revolusi 1979 disabotase oleh para Mullah yang dipimpin oleh Khamaenei.

2009 adalah tahun bersejarah di abad-21 bagi gerakan massa rakyat di Iran, karena pada tahun itu, terdapat aksi demonstrasi terbesar di Iran dalam beberapa dekade terakhir. Kelemahan pada gerakan itu adalah tidak adanya konsepsi dan teori-teori revolusioner yang digunakan untuk mengarahkan momentum itu menuju perubahan sejati. Bahkan Mousavi dan Karoubi, yang memimpin gerakan hijau (Green Movement) memainkan peran pecundang daripada peran kepemimpinan. Mereka berdua menghentikan laju gerakan massa rakyat agar tidak mengarah pada revolusi. Walau disisi lain, sebagian besar massa aksi yang turun kejalan ketika itu, menginginkan untuk bergerak sampai level yang lebih tinggi daripada sekedar aksi demonstrasi, yaitu penggulingan kekuasaan.

Peran kepemimpinan harus berada dalam kendali kelas pekerja dan kaum revolusioner. Mereka harus mampu memunculkan kader-kader terdepan dan termaju untuk siap mengambil peran ketika rezim Khamaenei berhasil digulingkan.

Selanjutnya, tugas-tugas bagi kaum revolusioner di Iran semakin jelas. Membangun konsepsi dan program-program yang dapat menjembatani antara keinginan massa rakyat untuk perubahan dengan perwujudan nyata dan jelas. Untuk kasus Iran, hal yang pertama harus didorong adalah pembentukan sistem demokratik. Dalam mewujudkannya, harus dibangun pula program-program demokratik. Ini ditujukan agar kelas pekerja meraih dukungan dari elemen-elemen kelas yang lainnya. Wujudkan kebebasan pers, kebebasan berserikat dan berkumpul, pemilihan umum tanpa mengikutsertakan orang-orang yang berasal dari rezim lama, upah layak bagi pekerja, pendidikan gratis, kesetaraan hak bagi wanita, pendidikan gratis sampai tingkat sarjana, menjamin kebutuhan pokok massa rakyat (digratiskan untuk kaum miskin), tanah untuk petani tak bertanah, lapangan pekerjaan untuk rakyat, rumah untuk rakyat dan lain-lain.

Ketika demokrasi sudah berdiri, maka tahapan selanjutnya adalah sesegera mungkin mengarahkannya menuju sosialisme. Segera bentuk perekonomian dan sistem keuangan sosialis. Nasionalisasi kembali aset-aset negara yang diprivatisasi dan serahkan pengelolaannya kepada kelas pekerja, benahi aset-aset negara untuk kepentingan massa rakyat dan dikendalikan oleh kelas pekerja, bentuk komite-komite rakyat di desa dan kota, di sekolah, universitas dan tempat kerja. Bentuk komite nasional yang berdiri diatas sistem yang demokratis dan anggotanya dapat di recall kapan saja, jika tidak berpihak kepada proletariat. Bentuk UU yang berpihak kepada proletariat, setiap komite rakyat diberikan hak sebesar-besarnya untuk memberi proposal atau masukan terhadap pembentukan UU tersebut.

Hapuskan aparat keamanan reguler (polisi dan tentara), bentuk miisi-milisi rakyat untuk mempertahankan kekuasaan proletariat dan melindungi massa rakyat dari serangan kaum reaksioner dan kontra revolusi. Minimalisir sistem birokrasi, bentuk sistem administrasi sosialis sehingga setiap orang diberikan hak untuk mengurus nasibnya sendiri secara langsung tanpa sistem birokrasi yang berbelit-belit.
Kesemuanya ini, harus dibangun dalam perspektif internasionalisme proletarian. Karena itu, kaum revolusioner di Iran harus saling bahu-membahu dengan kaum revolusioner di jazirah arab lainnya dan seluruh dunia. Sehingga sosialisme sejati dapat dibangun.

Secara lugas, Alan Woods mengatakan “Alternatif terhadap imperialisme dan kapitalisme bukanlah fundamentalisme, tetapi revolusi sosial dan internasionalisme proletarian. Revolusi Iran yang kedua akan memiliki sebuah isi dan karakter yang berbeda dari yang pertama. Kaum imperialis boleh melihat hal ini dan berasa gentar terhadapnya. Mereka mengerti bahwa segenap belahan Timur Tengah berada dalam bahaya. Tidak ada satupun rezim borjuis yang stabil di belahan dunia itu. Sebuah revolusi di Iran akan mengakibatkan rezim-rezim yang lemah dan korup ini jatuh seperti pin¬-pin terkena pukulan strike bola boling. Satu revolusi sosialis yang berhasil di Iran akan menimbulkan gelombang kejut di segenap penjuru Timur Tengah, di Rusia, di Subkontinen India. Mengoyak rezim reaksioner Taliban ditetangganya Afghanistan. Gaungnya akan menggema hingga terasa di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Dan tidak hanya disana. Contoh sebuah rezim demokrasi pekerja yang sehat di Iran akan memiliki dampak yang bahkan jauh lebih besar terhadap kaum buruh di Eropa, Jepang dan Amerika Serikat daripada yang dimiliki revolusi Rusia tahun 1917. Hal itu dapat merubah arah sejarah dunia. Semuanya tergantung pada kemampuan para pemuka buruh dan mahasiswa Iran untuk menciptakan piranti yang dibutuhkan dalam melaksanakan revolusi hingga tercapai tujuannya.”

Revolusi di Tunisia, Mesir, Libya dan pergolakan sosial yang terjadi di Bahrain, Syria, Palestina, Israel dan lainnya, akan memicu semangat bagi massa rakyat Iran untuk bergerak. Sosialisme adalah jalan satu-satunya menuju kemenangan sejati bagi kaum yang tertindas. Seperti yang dikatakan Rosa Luxemburg, hanya ada dua pilihan yaitu Sosialisme atau Barbarisme. Kelas pekerja dan pemuda-pemudi revolusioner di Iran, teriakanlah dengan lantang slogan kita, “Thawra hatta'l nasr!” – “Revolution until victory!” – “Revolusi sampai menang!”.

Sumber:
http://www.payvand.com
http://www.marxist.com
http://www.imf.org
http://www.cbi.ir
http://uk.reuters.com
http://uk.reuters.com
http://www.worldbank.org
http://www.realclearworld.com

Minggu, Agustus 21, 2011

Penggunaan Mata Uang ALBA Meningkat


Sebanyak 77 perusahaan dari negara-negara anggota ALBA (The Bolivarian Alliance for the Peoples of Our America) telah menggunakan sistem kompensasi (Mata Uang) Sucre sebesar 144 Juta Dollar dalam perdagangan yang berlangsung satu semester ini, sebagaimana diumumkan Bank Central Venezuela (BCV).

Wakil Presiden BCV, Eudomar Tovar, mengatakan bahwa ini menunjukkan perkembangan positif untuk mencapai target penggunaan Sucre hingga 300 Juta Dollar diakhir tahun 2011. Total volume Sucre didasarkan pada transaksi di semester kedua tahun 2010 yang berjumlah 40 Juta dollar; ketika itu hanya diikuti oleh 6 perusahaan.

The Sistema Unico de Compensacion Regional (Sucre), mulai digunakan secara bertahap akhir tahun lalu, oleh perusahaan-perusahaan dari Kuba, Ekuador, Bolivia dan Venezuela, sebagai alat pembayaran barang-barang seperti minyak sawit, tekstil, obat-obatan, produk-produk hewani, ban, kertas, plastik, buku, ikan tuna, urea, beras, susu bubuk, mobil, dan lain-lain. Sembari menambah birokrasi untuk transaksi, Sucre juga menghapuskan penggunaan Dollar Amerika, karena membuat transaksi menjadi lebih mahal.

Sumber


Venezuela Akan Menasionalisasi Emas


Presiden Venezuela, Hugo Chavez berencana untuk menasionalisasi sektor industri emas, termasuk penambangan dan pengolahan, yang kemudian digunakan untuk meningkatkan cadangan internasional negara. Ia mengutarakan hal ini hari kamis (17/08/2011).

Pemimpin sosialis itu berencana untuk menasionalisasi lewat dekrit yang akan diputuskan beberapa hari kedepan dan menginstruksikan lembaga militer supaya membantu rakyat mengendalikan sektor industri itu.

“Disini saya punya hukum yang memperbolehkan negara untuk mengeksploitasi emas dan semua aktifitas-aktifitas terkait. Makanya dikatakan, kami akan menasionalisasi emas dan akan mengubahnya, menjadi bentuk lain, lewat cadangan internasional karena emas terus melonjak nilainya”, katanya saat diwawancara televisi nasional Venezuela (VTV) lewat telepon.

“Kami telah mengatur cara untuk meningkatkan cadangan internasional. Kami punya cadangan emas yang nilainya mendekati 12 sampai 13 miliar dollar. Kami tidak dapat membiarkannya terus-menerus dibawa pergi (dari Venezuela, red)”, kata Chavez.

Venezuela adalah salah satu negara di kawasan Amerika Latin, yang memiliki cadangan emas terbesar. Menurut catatan pemerintah, tambang emas formal di Venezuela mampu menghasilkan 4,3 ton emas pertahun.

Presiden Bank Central Venezuela (BCV), Nelson Merentes, menginformasikan bahwa cadangan emas yang dibawa keluar (dari Venezuela, red) untuk alasan politik di tahun 1980-an akan dibawa kembali ke Venezuela. Merentes menegaskan bahwa sebanyak 46% cadangan emas dibawa keluar dari Venezuela dari tahun 1980 sampai 1992.

“Emas yang dibawa keluar pada era 1980-an itu akan kita bawa pulang dan begitu juga aset-aset lainnya … hal ini dilakukan untuk melindungi perekonomian Venezuela”, Kata dia.

sumber

Senin, Agustus 15, 2011

AS: Uang $20 Juta Untuk Oposisi Venezuela tahun 2012




Washington (USA) menyiapkan dana untuk mendukung kampanye oposisi melawan Presiden Hugo Chavez pada pemilu presiden yang akan berlangsung tahun 2012 di Venezuela.

Sejak Hugo Chavez memenangkan pemilu presiden pertamanya di tahun 1998, pemerintah Amerika Serikat (AS) telah mencoba untuk menyingkirkan Chavez dari tampuk kekuasaan. Dengan dana investasi berjumlah jutaan dollar, setiap tahun agen-agen Washington memberi petunjuk dan bantuan kepada kelompok-kelompok anti Chavez untuk berkampanye dan menyusun strategi melawan pemerintahan Chavez.

Meskipun berbagai cara dilakukan, termasuk kudeta tahun 2002 yang berhasil menggulingkan Presiden Chavez untuk sementara, tapi upaya mereka itu percuma. Popularitas Presiden Venezuela itu kembali meningkat dan para pemimpin oposisi telah gagal untuk mengarahkan massa rakyat seperti rencana mereka. Jajak pendapat yang terakhir menunjukkan dukungan terhadap Chavez diatas 57% dan oposisi hanya 20%.

Namun, Washington melanjutkan mencari cara baru untuk meraih tujuan utama mereka yaitu mengendalikan semua sumber daya alam yang ada di Venezuela. Karena cadangan minyak terbesar dunia berada disana dan ini artinya Hugo Chavez harus disingkirkan.

Salah satu taktik yang prinsipil bagi pemerintahan AS yaitu menciptakan konflik internal di Venezuela dengan menghimpun gerakan oposisi, meski tidak mungkin bersatu, untuk ikut dalam kehidupan politik nasional.

UANG

Mesin utama dibalik taktik itu adalah investasi jutaan dollar agen-agen Washington, bersama dengan sejumlah kelompok di Eropa dan kanada, untuk menyuplai kelompok oposisi di Venezuela. Uang itu datang dengan dukungan strategis dari pendukung kampanye dan konsultan politik , yang membantu segalanya mulai dari materi sampai wacana.

Melalui Lembaga Amal Nasional untuk Demokrasi (NED), yang secara resmi didanai Departemen Luar Negeri dan Lembaga AS untuk Pembangunan Internasional (USAID), Washington telah menyalurkan lebih dari 100 juta dollar untuk kelompok anti-Chavez di Venezuela sejak 2002. Dana terbesar digunakan untuk memenangkan kampanye kandidat-kandidat dari kelompok oposisi, sebagian lagi untuk media, agar membuat kampanye media skala nasional dan internasional untuk melawan Chavez.

Walau AS menghadapi krisis ekonomi, dana untuk kelompok oposisi di Venezuela tetap mengalir. Februari 2011, Presiden Barack Obama meminta 5 juta dollar dari Anggaran Nasional AS periode 2012, dan disalurkan kepada kelompok oposisi di Venezuela. Untuk pertama kalinya presiden AS meminta secara terbuka uang dari anggaran nasional AS untuk mendukung oposisi terhadap Chavez, khususnya ketika banyak kebijakan-kebijakan penghematan nasional di AS. Rupanya, Obama lebih memilih untuk mengalokasikan uang para pembayar pajak di AS untuk menyingkirkan Presiden Venezuela – yang dipilih secara demokratis dan didukung oleh mayoritas – ketimbang mengalokasikan dana itu untuk pelayanan kesehatan dan kesejahteraan bagi rakyat AS.

5 Juta dollar itu hanya seperempat bagian dari jumlah keseluruhan dana yang dipersiapkan Washington untuk kelompok oposisi Venezuela menghadapi pemilu 2012.

KEDUTAAN BESAR

Kedutaan Besar AS di Caracas, Venezuela, menjadi pusat pendistribusian dan koordinasi dari dana USAIND dan NED sejak tahun 2002. Namun, hingga akhir 2010, USAID merancang kantor Kedutaan di Caracas menjadi 3 kontraktor yaitu International Republican Institute (IRI), National Democratic Institute (NDI) and Development Alternatives Inc. (DAI). Lewat lembaga-lembaga ini, terutama DAI, USAID menyalurkan jutaan dollar pertahun untuk mendukung ratusan kampanye, proyek dan program kelompok oposisi di Venezuela. IRI dan NDI membuat arahan-arahan politik dan bantuan selain uang.

Ketiga agen ini tiba-tiba terpental dari Venezuela setelah badan legislatif nasional Venezuela menerbitkan undang-undang pada Desember 2010 yang melarang dana asing untuk tujuan politik di Venezuela. Di awal 2011, USAID mengumumkan pernyataan di website mereka dan mengklaim bahwa program-program yang mereka jalankan di Venezuela sudah dikembalikan ke Washington. Tidak ada informasi lebih lanjut mengenai hal ini.

Namun, anggaran USAID 2012 termasuk dana tambahan 5 juta dollar untuk kerja-kerja mereka di Venezuela. Mereka adalah lembaga pendanaan bentukan Departemen Luar Negeri AS, tidak punya proyek resmi di Venezuela atau perjanjian dengan pemerintahan Venezuela. Dari awal, motif mereka adalah politik.

Tanpa kehadiran tiga lembaga itu di Caracas, sekarang Kedutaan AS memiliki peran yang lebih penting – ini sangat jelas terlihat dari besarnya anggaran tahun 2012. Tahun 2010, Kedutaan di Caracas memiliki anggaran $18,022,000; kemudian turun menjadi $15,980,000 tahun 2011. Tapi di tahun 2012, anggaran naik drastis mencapai $24,056,000, kenaikannya hampir bertambah 9 juta dollar.

AS tidak punya duta besar di Kedutaan itu, atau berencana untuk menaruh duta besar disana. Hubungan bilateral AS dengan Venezuela membeku dan kedutaan ditangani staf AS setingkat “charge d’affairs”. Selanjutnya, jumlah staf kedutaan tetap sama seperti tahun 2010, yaitu 81 pekerja. Lalu, untuk apa uang tambahan sebesar 9 juta dollar?

Tidak diragukan lagi kalau uang itu ditujukan untuk kampanye pemilu tahun 2012, saat Venezuela menyelenggarakan pemilu presiden dan regional. Sekarang USAID dan kontraktor-kontraktornya tidak lagi beroperasi di dalam Venezuela, kedutaan besar menjadi tempat utama untuk menyalurkan dana-dana itu kepada tujuannya.

Sejauh ini, totalnya mencapai 19 juta dollar – jumlah minimal – dari Washington untuk kelompok oposisi di Venezuela di tahun 2012, tapi jumlah itu belum semuanya.

Anggaran Departemen Luar Negeri AS tahun 2012, sebesar $48,160,000 diminta untuk disalurkan ke Organization of American States (OEA). Pembenaran bagi penyaluran dana itu, bahwa sebagian dari dana tersebut akan digunakan untuk
“menyebarkan tim ‘praktisi demokrasi’ spesial untuk negara yang demokrasinya menghadapi ancaman dari perkembangan konsep alternatif sepeti ‘demokrasi partisipatoris’ yang disokong oleh Venezuela dan Bolivia”.
Selain itu, mereka mengklaim bahwa anggaran akan digunakan untuk mendukung “langkah tanggap cepat terhadap ancaman kebebasan berekspresi dan tindak kekerasan oleh pemerintah terhadap rakyat, terutama di negara seperti Venezuela dan Cuba”.

Sedikitnya, sebagian dari 48 juta dollar akan dikucurkan bagi kelompok-kelompok di Venezuela yang bekerja untuk melawan pemerintahan Hugo Chavez.

NED

Dan masih ada NED, yang telah mendanai sedikitnya 1 juta dollar untuk lusinan kelompok di Venezuela termasuk SUMATE, CEDICE, Futuro Presente, Liderazgo y Visión, Instituto Prensa y Sociedad (IPyS), Consorcio Justicia, Radar de los Barrios, Ciudadanía Activa, dan lain-lain.

Anggaran NED untuk 2012, yaitu $104,000,000, dengan tujuan
“Di wilayah Andean, pemilu Presiden di Venezuela yang dijadwalkan Desember 2012 akan berdampak serius bagi Venezuela dan negara-negara tetangga, sebagaimana Presiden Chavez mengingingkan untuk dapat dipilih kembali untuk periode enam tahun. NED akan mendukung organisasi-organisasi masyarakat sipil untuk meningkatkan partisipasi pemilih dan mempromosikan pemilu yang bebas, adil dan kompetitif”.

Meskipun jumlah pasti uang yang akan disalurkan NED kepada kelompok-kelompok oposisi di Venezuela untuk tahun 2012 masih belum jelas, namun rencana untuk ikut campur tangan dalam proses pemilu di Venezuela sangat kentara.

Uang jutaan dollar itu ditakdirkan untuk kelompok oposisi di Venezuela tahun 2012dan tidak diragukan lagi bahwa Washington akan terus berupaya untuk mencampuri politik dalam negeri Venezuela, ketika mencoba – dengan banyak cara – untuk menggagalkan Revolusi Bolivarian. Disaat yang sama, uang jutaan dollar ini memperkuat indikasi dalam satu dekade terakhir bahwa kelompok oposisi Chavez masih “Made In USA”.

Penulis: Eva Golinger
Sumber/Source: chavezcode.com

Minggu, Agustus 14, 2011

Makan di restoran” Sosialis”, rakyat mampu berhemat lebih dari 70%.

Restoran “Sosialis” lokal bertujuan untuk menghasilkan makanan nasional berkualitas tinggi, dengan harga murah dan mendapat profit yang cukup baik dari hasil penjualan. Itu adalah restoran yang dikelola oleh pekerja.



Untuk memastikan agar rakyat mendapat makanan murah dengan nilai nutrisi baik, pemerintah Venezuela membuka restoran murah yang ke-39, hari senin (9/8/2011) kemarin di daerah San Jose, wilayah ibukota Caracas.

Fasilitas baru itu, bersama dengan restoran-restoran sejenis, sekarang telah beroperasi di seluruh negara Amerika Selatan, untuk menghidangkan makanan utama yang disebut arepa, yaitu roti dari tepung jagung yang diisi daging, keju, sayuran dan telur.

Arepa adalah salah satu makanan terpenting di Venezuela.

Menurut Menteri Pangan Venezuela, Carlos Osorio, restoran baru di San Jose itu akan menyajikan 500 paket arepa perhari untuk penduduk setempat dan dapat berhemat lebih dari 70%.

Sementara, harga arepa di restoran-restoran swasta mencapai lebih dari 25 bolivar ($5.81), sedangkan harga arepa dengan kualitas sama, di Restoran “Sosialis” hanya 7.5 bolivar ($1.74).

Bukan hanya itu saja, restoran “sosialis” juga menyediakan menu makan siang seharga 20 bolivar ($4.65), jus buah atau sayur seharga 3.5 bolivar ($0.81), serta kopi espresso seharga 1.5 bolivar ($0.34) untuk ukuran gelas kecil dan 3.5 bolivars ($0.81) untuk gelas ukuran besar.

“Menu makan siang di restoran lain biasanya 60 bolivars ($13.95), sementara disini saya hanya perlu membayar 20 bolivars ($4.65). Artinya saya dapat berhemat lebih dari 50%. Ini adalah pukulan bagi spekulan harga”, kata pekerja dari Venezuelan Food Producer and Distributor (PDVAL), Ivan Rosales.

Data resmi pemerintah menunjukkan jumlah dana untuk pembangunan restoran di San Jose dan dana untuk antisipasi lonjakan permintaan jika mencapai 6.000 konsumen/bulan mencapai lebih dari 412.000 bolivar ($95.000).

Salah satu penduduk Caracas, Elsi Narvaez berkomentar bahwa harga menu di restoran pemerintah masih sama seperti awal pekan lalu.

“Antara arepa dan jus, anda dapat mengeluarkan uang lebih dari 40 bolivars ($9.30). Tapi di Restoran Arepa Venezuela ini, anda cukup membayar 15 bolivars ($3.48). Saya segera datang dari rumah kesini untuk memesan menu, karena saya tidak punya waktu untuk sarapan dirumah. Tempat ini sangat bagus dan saya berharap mereka dapat menjaganya”, kata Narvaez.

KETAHANAN PANGAN

Restoran baru di San Jose adalah bagian dari rencana pemerintah untuk membangun lebih dari 150 restoran “Sosialis” diseluruh penjuru Venezuela sampai akhir tahun, dan diharapkan dapat menggenjot pembangunan Restoran Arepa Venezuela hingga mencapai 200 cabang.

“Untuk semester ketiga, kami seharusnya dapat membangun 200 restoran Arepa, sekarang baru 39 cabang yang beroperasi penuh. Pekan ini, kita akan meresmikan 30 cabang baru”, tutur Osorio hari senin kemarin.

Ia juga menjelaskan bahwa pemerintah nasional memperkirakan penjualan akan mencapai lebih dari 10 juta arepa sampai akhir tahun ini.

Dikenal dengan nama Restoran Arepa Sosialis, bertujuan untuk memenuhi kebutuhan makanan sehat bagi rakyat, mengeliminasi spekulasi harga yang dilakukan sektor swasta dan mencegah penimbunan barang oleh tengkulak.

Bahan baku pangan yang digunakan restoran “Sosialis” sebagian besar berasal dari industri-industri milik negara termasuk PDVAL.

Tepung jagung, minyak sayur dan keju disediakan oleh produksi pangan dan jaringan distribusi rakyat. Hal ini menunjukkan kesatuan dari pergerakan rakyat untuk keluar dari ketergantungan bahan pangan dari negara asing, serta menuju kedaulatan pangan rakyat.

Selama bertahun-tahun, strategi ini membantu Venezuela melampaui standar gizi yang ditetapkan PBB dan disaat yang sama mengurangi secara drastis kekurangan gizi di negara Amerika Selatan.

Data Institut Nutrisi Nasional Venezuela, menunjukkan asupan gizi rakyat meningkat dari 2,200 menjadi 2,800 dalam 10 tahun pertama pemerintahan Chavez, sementara penyakit kekurangan gizi menurun hingga dua pertiga.

Bagi Osorio, peningkatan ini mampu diraih dengan konseptualisasi baru yang sangat penting terhadap ketahanan pangan dan perkembangan massa rakyat di Venezuela.

“Pemerintahan revolusioner kita yang dipimpin Presiden Hugo Chavez telah memberi kepuasan bagi rakyat dan memastikan bahwa pangan bukan dilihat sebagai komoditas, melainkan produk untuk memenuhi kebutuhan hidup rakyat”, tegas Osorio.

Sumber