Selasa, Maret 31, 2009

kota tua di jakarta (episode 1)







Potografer: Ady Thea


sunda kelapa

SUNDA KELAPA merupakan pelabuhan tertua di Indonesia. Menurut sejarah, Sunda Kelapa merupakan salah satu pelabuhan yang dimiliki Kerajaan Pajajaran selain pelabuhan Banten, Pontang, Cigede, Tanara dan Cimanuk. Jadi pelabuhan ini telah dipakai sejak jaman Hindu.
Menurut prasasti atau batu tertulis yang kini masih terdapat di Kelurahan Batutulis Kota Madia Bogor sebagai bukti tertua kerajaan itu, kerajaan yang berpusat di Paja-jaran itu mulai didirikan pada tahun 1133. Menurut berita-berita Portugis yang berasal dari awal abad ke-16, dapat diperkirakan kerajaan itu telah ada kurang lebih empat abad.
Tome Pires, orang Portugis yang mengunjungi pela-buhan-pelabuhan di pantai utara Pulau Jawa antara tahun 1512 dan 1515, menggambarkan bahwa pelabuhan ini ramai disinggahi pedagang-pedagang dan pelaut dari luar seperti dari Sumatra, Malaka, Sulawesi Selatan, Jawa dan Madura. Menurut laporan tersebut, di Sunda Kelapa banyak diperdagangkan lada, beras, asam, hewan potong, emas, sayuran serta buahbuahan.
Malaka direbut Portugis pada tahun 1511. Kemudian pada tahun 1522, Gubernur d’Albuquerque yang berke-dudukan di Malaka mengutus Henrique Leme untak mengadakan hubungan persahabatan dengan Pajajaran, guna mendapatkan izin mendirikan benteng di Sunda Kelapa. Maksud Portugis itu mendapat sambutan baik dari Kerajaan Pajajaran, karena kecuali alasan perdagangan, Raja Paja-jaran juga mengharapkan bantuan Portugis untuk melawan orang-orang muslim yang makin banyak jumiahnya di Banten dan Cirebon. Sementara itu Kerajaan Demak sudah menjadi pusat kekuatan politik Islam.
Pada tanggal 21 Agustus 1522 dibuatlah suatu per-janjian yang menyebutkan bahwa orang Portugis akan membuat benteng di Sunda Kelapa, sedangkan Sunda Kelapa akan menerima barang-barang yang diperlukan. Raja Pajajaran akan memberikan kepada pihak Portugis 1.000 keranjang lada sebagai tanda persahabatan. Sebuah batu peringatan atau padrau (baca Padrong) dibuat untuk memperingati peristiwa itu. Padrau itu ditemukan ketika pada tahun 1918 orang mulai mendirikan sebuah gudang di sudut Prinsen Straat dan Groene Straat di Jakarta Kota, dan kini disimpan di Museum Pusat. Jalan-jalan itu sekarang bernama Jalan Cengkeh dan Jalan Nelayan Timur.
Kerajaan Demak menganggap perjanjian persahabatan Pajajaran-Portugis tersebut suatu ancaman baginya. Maka pada tanggal 22 Juni 1527, pasukan gabungan Demak-Cirebon di bawah pimpinan Fatahillah (Faletehan) merebut Sunda Kelapa. Tanggal 22 Juni inilah yang hingga kini selalu dirayakan sebagai hari jadi kota Jakarta. Sejak itu nama Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta yang berarti kota kemenangan atau kota kejayaan.
Dalam perkembangan berikutnya, pada tanggal 30 Mei 1619, Jayakarta direbut Belanda di bawah pimpinan Jan Pieterszoon Coen yang sekaligus memusnahkannya. Di atas puing-puing Jayakarta ini Coen mendirikan sebuah kota baru, yang oleh Coen hendak diberi nama Nieuw Horn atau Horn Baru sesuai nama kota kelahirannya di Belanda, tetapi akhirnya dipilih nama Batavia.
Menurut catatan sejarah, pelabuhan Sunda Kelapa pada tahun 1610 dibangun dengan kanal sepanjang 810 meter. Pada tahun 1817, pemerintah Belanda memperbesarnya menjadi 1.825 meter. Setelah jaman kemerdekaan, dilakukan rehabilitasi sehingga pelabuhan ini memiliki kanal sepanjang 3.250 meter yang dapat menampung 70 perahu layar dengan sistem susun sirih.
Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.D.IV.a.4/3/74 tanggal 6 Maret 1974, nama Sunda Kelapa dipakai lagi. Pelabuhan ini juga biasa disebut Pasar Ikan karena di situ terdapat pasar ikan yang besar. Saat ini pelabuhan Sunda Kelapa memiliki luas daratan 760 hektar serta luas perairan kolam 16.470 hektar, terdiri atas dua pelabuhan utama dan pelabuhan Kalibaru. Pelabuhan uta-ma memiliki panjang area 3.250 meter dan luas kolam lebih kurang 1.200 meter yang mampu menampung 70 perahu layar motor. Pelabuhan Kalibaru panjangnya 750 meter lebih dengan luas daratan 343.399 meter persegi, luas kolam 42.128,74 meter persegi, dan mampu menampung se-kitar 65 kapal antarpulau dan memiliki lapangan penumpukan barang seluas 31.131 meter persegi.
Dari segi ekonomi, pelabuhan ini sangat strategis ka-rena berdekatan dengan pusat-pusat perdagangan di Jakarta seperti Glodok, Pasar Pagi, Mangga Dua, dll. Sebagai pela-buhan antarpulau Sunda Kelapa ramai dikunjungi kapal-kapal berukuran 175 BRT. Barangbarang yang diangkut di pelabuhan ini selain barang kelontong adalah sembilan bahan pokok seperti beras, terigu, minyak goreng, gula, garam, sabun, minyak tanah, ikan asin, ikan segar, tekstil serta batik. Untuk pembangunan di luar Pulau Jawa, dari Sunda Kelapa juga diangkut bahan bangunan seperti besi beton dan lain-lain. Pelabuhan ini juga merupakan pela-buhan tujuan pembongkaran bahan bangunan dari luar Jawa seperti kayu gergajian, rotan, kaolin, kopra, dan sebagainya. Bongkar muat barang di pekabuhan ini masih menggunakan cara tradisional. Di pelabuhan ini juga terse-dia fasilitas gudang penimbunan, baik gudang biasa mau-pun gudang api.
Dari segi sejarah, pelabuhan ini pun merupakan salah satu tujuan wisata bagi DKI. Tidak jauh dari pelabuhan ini terdapat Museum Bahari yang menampilkan dunia kemaritiman Indonesia masa silam serta peninggalan sejarah kolonial Belanda masa lalu.
Kondisi pelabuhan Sunda Kelapa saat ini membutuhkan perhatian serius dari pihak yang terkait. Kondisi jalan yang rusak dan sering digenangi air merupakan pemandangan yang sering dijumpai dikawasan ini. Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan saksi bisu dan cerminan kehebatan kerajaan-kerajaan di Nusantara dalam membangun basis perekonomian dan menjalin hubungan perdagangan dengan bangsa-bangsa lain. Khususnya bangsa-bangsa yang sudah memiliki peradaban maju seperti kerajaan Belanda dan Portugis di Eropa.



(Petugas pelabuhan sedang mencatat kapal-kapal yang berlabuh)








Penulis: Thomas B. Ataladjar, Sudiyono dan Ady Thea
Potografer: Ady Thea

Focus 2009 - stand tronic






Potografer: Ady Thea