Selasa, Mei 26, 2009

Menuju Pilpres 2009: Berebut Simpati Massa Rakyat

Pada 1 Mei kemarin, kaum buruh seluruh dunia, termasuk Indonesia, merayakan dengan penuh suka cita hari buruh atau yang dikenal dengan Mayday. Dalam aksi turun ke jalan yang dilakukan oleh jutaan kaum buruh di seluruh penjuru nusantara, mereka mengeluarkan tuntutan-tuntutan kepada pemerintah dan elit politik. Dan menuntut agar buruh mendapatkan upah layak, menolak PHK, menghapuskan lembaga outsourching dan lain-lain. Lalu apakah jeritan kaum buruh itu didengar oleh para penguasa negeri ini?.

Oh sayang sekali…ternyata jauh panggang dari api…!. Para elit politik dan aktivis-aktivis partai politik sibuk dengan perolehan suara Pemilu legislatif, melakukan kalkulasi politik untuk Pemilu presiden, melakukan deklarasi politik, lobi-lobi antar elit politik, mencari dukungan dana dari para pengusaha dan lain sebagainya. Yang kesemuanya itu dilakukan hanya untuk kepentingan partai dan kelompoknya. Tuntutan buruh yang disuarakan pada peringatan Mayday hanya menjadi angin lalu bagi mereka. Dan hingga saat ini, belum ada satupun bakal calon capres – cawapres, yang berkomitmen untuk memperjuangkan nasib kaum buruh.

Mereka yang bertarung dalam merebut kursi kekuasaan, tidak secara serius memperjuangkan nasib massa rakyat agar terbebas dari belenggu rantai besi kemiskinan, kesengsaraan dan penindasan. Yang paling penting bagi mereka adalah bagaimana caranya agar mereka dapat mendulang suara sebanyak mungkin sehingga dapat memenangkan Pemilu. Para elit politik itu lebih senang berkompetisi, memainkan sandiwara-sandiwara politik untuk meraih simpati massa rakyat. Puluhan juta hingga milyaran rupiah telah mereka habiskan hanya untuk suksesi dirinya berebut kekuasaan.

Berbagai macam manuver politik yang dilakukan para elit politik untuk meraih simpati massa rakyat sering terlihat dan terdengar pada masa Pemilu seperti sekarang ini. Propaganda, klaim, permainan isu, pencitraan para elit politik yang bertarung dalam Pemilu 2009 dilakukan sekreatif dan sevulgar mungkin. Hal ini dilakukan agar massa rakyat melihat sosok calon yang dijagokan seperti satria piningit, ratu adil, dan pemimpin yang berpihak pada massa rakyat.
Seperti dalam prosesi deklarasi para bakal calon capres – cawapres yang telah dilakukan pada bulan ini. Deklarasi JK – Wiranto berlangsung di Tugu Proklamasi dan dihadiri oleh ribuan massa pendukungnya. Lokasi itu dipilih agar menimbulkan kesan bahwa mereka memiliki semangat perjuangan seperti Soekarno – Hatta yang membela massa rakyat. Tim sukses JK – Wiranto menyebutkan bahwa prosesi deklarasi itu telah menghabiskan dana sebanyak 20 juta rupiah (Senin, 25/05/2009, http://pemilu.detiknews.com). Deklarasi pasangan SBY – Boediono, bertempat di Kompleks kampus ITB, Bandung. Prosesi itu dirancang dengan penuh kemewahan dan ditaksir menghabiskan dana lebih dari 1 miliar rupiah (Senin, 25/05/2009, http://pemilu.detiknews.com). Sedangkan deklarasi pasangan Megawati Soekarnoputri – Prabowo Subianto, berlokasi di TPA Bantar Gebang, Bekasi. Dimana lokasi itu adalah tempat pembuangan sampah yang kumuh, namun demi meraih kursi kekuasaan, mereka rela untuk berada di tempat kotor itu. Langkah ini dilakukan untuk mencitrakan bahwa pasangan ini berpihak kepada rakyat miskin. Dana yang dihabiskan untuk prosesi deklarasi ini mencapai lebih dari 500 juta rupiah (Senin, 25/05/2009, http://pemilu.detiknews.com).

Para politisi itu berlomba agar mereka meraih dukungan massa rakyat Indonesia. Namun kepalsuan itu akan segera terjawab ketika mereka sudah meraih kursi kekuasaan, dengan cepat mereka akan lupa terhadap janji-janji yang mereka keluarkan ketika Pemilu. Paska kegagalan reformasi 1998, sejarah membuktikan bahwa dalam Pemilu, massa rakyat menjadi komoditas bagi para elit politik untuk mendulang suara. Di tengah puluhan juta massa rakyat Indonesia yang hidup dalam kemiskinan, mereka menghamburkan uang demi meraih kursi kekuasaan. Mereka tidak menyadari bahwa tiap lembaran uang yang mereka keluarkan, akan lebih bermanfaat jika digunakan untuk membantu para nelayan yang tidak dapat melaut karena tidak mempunyai uang untuk membeli bahan bakar, buruh tani yang membutuhkan dana untuk membeli pupuk, pedagang kecil yang membutuhkan modal dan bahkan menciptakan lapangan kerja baru untuk jutaan penganggur di negeri ini.

Jakarta, 25 Mei 2009
Ady Thea

Sabtu, Mei 02, 2009

Mayday 2009 (poto)



Long march dimulai dari Bundaran HI









Massa buruh Hotel Grand Indonesia ikut bergabung












"Burger King" ditengah aksi massa






Regu bersenjata siap membubarkan massa aksi











Negosiasi









Tak gentar walau kawat duri menghadang






Barisan massa buruh wanita dan polwan saling berhadapan






Tetap ceria walau dihadang aparat




KSBSI: Inilah tuntutan kami...!








Massa buruh vs aparat: Aksi saling dorong







Gas air mata siap ditembakkan







Korban dari pihak kepolisian: Langsung ditangani tim dokter









Korban dari pihak buruh: Dirawat dengan semangat perjuangan dan solidaritas











Pasukan lapis kedua dilengkapi tameng besi







Senjata andalan polisi untuk membubarkan massa, water canon.










Bunda...kita harus menang...!!!

Mayday 2009


Puluhan ribu buruh yang tergabung dalam berbagai macam serikat buruh, pada 1 Mei 2009 memperingati hari buruh sedunia (mayday) didepan kawasan Istana Negara, diujung jalan Merdeka Barat. Sebelumnya mereka berjalan dari Bundaran HI menuju Istana Negara.

Ketika mereka sampai diujung jalan Merdeka Barat. Aparat Keamanan telah siap menghadang massa aksi. Aparat keamanan dari Polda Metro Jaya tidak memperbolehkan massa buruh untuk mendekat tepat didepan Istana Negara. Mereka menghalangi buruh dengan membentuk dua lapis pagar betis, kawat berduri, pasukan bersenjata gas air mata dan dua buah mobil water canon. Melihat hadangan aparat, beberapa orang negosiator dari buruh bernegosiasi dengan pemimpin aparat keamanan dilapangan agar massa aksi diperbolehkan untuk maju tepat di sebrang Istana Negara, di jalan Medan Merdeka Utara. Negosiasi antara kedua belah pihak sangat alot.

Dengan yel-yel yang diiringi sejumlah alat musik, massa aksi membakar semangat. Beberapa perwakilan dari serikat buruh yang tergabung dalam ABM (Aliansi Buruh Menggugat) berorasi menyampaikan tuntutan-tuntutan mereka terhadap pemerintah. Antara lain Menolak sistem kerja kontrak, dihapuskannya outsourcing, menolak upah murah, menuntut agar dibentuk Upah Layak Nasional [ULN] dan lain-lain.

Karena tidak diperbolehkan untuk lebih mendekat ke Istana Negara, Sekitar pukul 17.00 WIB massa aksi mencoba untuk mendorong pagar betis aparat keamanan. Peristiwa itu membuat situasi menjadi sedikit ricuh. Dalam kejadian itu satu orang polwan dan satu orang buruh jatuh pingsan.
Karena jumlah aparat keamanan yang kalah banyak dengan massa aksi, mobil water canon dipersiapkan tepat dibelakang pagar betis lapisan pertama.

Menjelang magrib demonstrasi berakhir dengan menyanyikan lagu wajib bagi kelas pekerja seluruh dunia yaitu Internationale.













Penulis :Ady Thea
Potografer :Ady Thea